Ketika ada hamba Tuhan yang masih belia menulis renungan atau berkhotbah, berapa banyak yang memberikan hati dan pikirannya untuk sungguh-sungguh memperhatikan kabar baik yang disampaikannya? Sebuah peristiwa sederhana, namun cukup untuk menggambarkan kesombongan hidup seseorang. Ada banyak umat kristiani yang dalam perilaku hidupnya, terus mempraktekkan gaya hidup sombong, sebuah sikap hidup yang sesungguhnya sudah dinyatakan oleh Allah sebagai sikap yang paling dibenci-Nya.
Kita dapat dengan mudah mengenali adanya sebuah kesombongan dalam
lingkungan kerohanian kita, yaitu pada saat beribadah. Cobalah kita perhatikan, bila yang menjadi pembicara adalah seseorang yang namanya belum banyak dibicarakan (belum terkenal), maka dapat dipastikan bahwa jumlah jemaat yang hadir akan jauh berkurang dibandingkan bila sang pembicara adalah seorang yang sudah kesohor.
Tentu tidaklah salah kalau orang datang untuk mendengar pembicara yang sangat diurapi (sangat dipakai) Tuhan, akan tetapi di dalam beribadah, bila kita telah berkeputusan untuk tidak hadir pada jam ibadah yang biasanya kita hadir hanya karena sang pembicara adalah bukan seorang yang terkenal atau dikenal, maka ini adalah sebuah praktek kesombongan; Sebab dari mana kita tahu kalau sang pembicara yang masih “hijau” itu tidak dipakai Tuhan untuk menyampaikan kebenaran ? Mengapa kita memvonis pembicara yang masih belia itu sebagai pembicara yang tidak dapat menjadi saluran berkat Allah ? Dengan kenyataan seperti itu, maka tidak heran di hari-hari menjelang Natal seperti ini pembicara kelas “kakap” begitu sulit untuk dijadwalkan oleh pengurus-pengurus ibadah yang masih sederhana karena para panitia Natal yang memiliki kekuatan telah berlomba-lomba untuk menjadikannya pembicara di tempatnya masing-masing. Suasana ibadah pun tidak jarang menjadi berubah, karena adanya tarik menarik antara keselamatan dan kesenangan/ ketenaran; Karena tidak sedikit jemaat yang hadir karena alasan sang hamba Tuhan! Dan bukan lagi Yesus sebagai alasan utamanya. Sehingga makna dari peringatan Natal itu sendiri menjadi bias.
Mengapa orang menjadi sombong ? Karena di dalam dirinya ada kemiskinan yang tidak mau diakuinya, yaitu kemiskinan rohani; Secara lahiriah tampak sempurna, tetapi miskin bathin, dan karena kemiskinan itu orang-orang sombong ini sangat gampang mencela untuk menutupi kemiskinannya itu, mereka sangat terlatih untuk mencari-cari kelemahan orang lain, mereka sangat suka menjadikan posisi orang lain terpojok atau menjadi lemah, mereka selalu merasa diri paling tahu dan menutup mata dan telinga atas kebenaran. Di dalam alkitab perilaku sombong seperti itu tergambarkan dengan sangat jelas pada kehidupan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, orang-orang yang sesungguhnya memiliki pengenalan hukum Allah melebihi kebanyakan orang.
Ingat! Bahwa Yesus di dalam segala kekayaan-Nya, di dalam segala kemegahan-Nya dan di dalam segala kemuliaan-Nya, telah memiskinkan diri-Nya sedemikian rupa sehingga rela untuk terlahirkan di palungan sebuah kadang binatang; Dia tunjukkan kepada seluruh dunia bagaimana seharusnya menjadi seorang yang memiliki kerendahan hati.
Yesus telah datang dengan kerendahan hati, masihkah kita mau memelihara kesombongan? Masihkah kita yang sampai hari ini saja masih memerlukan keselamatan kekal daripada-Nya terus menerus menjadi sombong ?.
Kita dapat dengan mudah mengenali adanya sebuah kesombongan dalam
lingkungan kerohanian kita, yaitu pada saat beribadah. Cobalah kita perhatikan, bila yang menjadi pembicara adalah seseorang yang namanya belum banyak dibicarakan (belum terkenal), maka dapat dipastikan bahwa jumlah jemaat yang hadir akan jauh berkurang dibandingkan bila sang pembicara adalah seorang yang sudah kesohor.
Tentu tidaklah salah kalau orang datang untuk mendengar pembicara yang sangat diurapi (sangat dipakai) Tuhan, akan tetapi di dalam beribadah, bila kita telah berkeputusan untuk tidak hadir pada jam ibadah yang biasanya kita hadir hanya karena sang pembicara adalah bukan seorang yang terkenal atau dikenal, maka ini adalah sebuah praktek kesombongan; Sebab dari mana kita tahu kalau sang pembicara yang masih “hijau” itu tidak dipakai Tuhan untuk menyampaikan kebenaran ? Mengapa kita memvonis pembicara yang masih belia itu sebagai pembicara yang tidak dapat menjadi saluran berkat Allah ? Dengan kenyataan seperti itu, maka tidak heran di hari-hari menjelang Natal seperti ini pembicara kelas “kakap” begitu sulit untuk dijadwalkan oleh pengurus-pengurus ibadah yang masih sederhana karena para panitia Natal yang memiliki kekuatan telah berlomba-lomba untuk menjadikannya pembicara di tempatnya masing-masing. Suasana ibadah pun tidak jarang menjadi berubah, karena adanya tarik menarik antara keselamatan dan kesenangan/ ketenaran; Karena tidak sedikit jemaat yang hadir karena alasan sang hamba Tuhan! Dan bukan lagi Yesus sebagai alasan utamanya. Sehingga makna dari peringatan Natal itu sendiri menjadi bias.
Mengapa orang menjadi sombong ? Karena di dalam dirinya ada kemiskinan yang tidak mau diakuinya, yaitu kemiskinan rohani; Secara lahiriah tampak sempurna, tetapi miskin bathin, dan karena kemiskinan itu orang-orang sombong ini sangat gampang mencela untuk menutupi kemiskinannya itu, mereka sangat terlatih untuk mencari-cari kelemahan orang lain, mereka sangat suka menjadikan posisi orang lain terpojok atau menjadi lemah, mereka selalu merasa diri paling tahu dan menutup mata dan telinga atas kebenaran. Di dalam alkitab perilaku sombong seperti itu tergambarkan dengan sangat jelas pada kehidupan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, orang-orang yang sesungguhnya memiliki pengenalan hukum Allah melebihi kebanyakan orang.
Ingat! Bahwa Yesus di dalam segala kekayaan-Nya, di dalam segala kemegahan-Nya dan di dalam segala kemuliaan-Nya, telah memiskinkan diri-Nya sedemikian rupa sehingga rela untuk terlahirkan di palungan sebuah kadang binatang; Dia tunjukkan kepada seluruh dunia bagaimana seharusnya menjadi seorang yang memiliki kerendahan hati.
Yesus telah datang dengan kerendahan hati, masihkah kita mau memelihara kesombongan? Masihkah kita yang sampai hari ini saja masih memerlukan keselamatan kekal daripada-Nya terus menerus menjadi sombong ?.
“Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu. Sebab TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan”
(Yesaya 2:11-12)
(Yesaya 2:11-12)