PENGHARAPAN.
Selayaknya gelombang/ombak yang pasang
surut di lautan lepas, iman percaya saya juga pernah mengalami pasang
surut. Bukankah memang akan terasa susah untuk memercayai sesuatu yang
tidak terlihat? Bukankah ‘Seeing is believing’ adalah faham yang kita
anut sekarang ini? Permasalahan-permasalahan hidup yang silih berganti
mendatangi saya adalah faktor utama yang membuat iman percaya saya
terkadang goyah.
Setidaknya ada tiga pertanyaan utama yang sering sekali terbesit di benak saya setiap kali saya dirudung permasalahan:
Apa sih yang sebenarnya Tuhan inginkan dari saya?
Apakah Tuhan telah melupakan saya?
Apakah Tuhan sedang menunjukkan kemarahannya kepada saya?
Hal yang sama serta
pertanyaan-pertanyaan yang sama saya yakini juga pasti pernah muncul di
hidup dan kehidupan anda sekalian. Kematian orang-orang tercinta, krisis
dalam pekerjaan, permasalahan cinta, kecelakaan, bencana alam, dan
lain-lain seringkali menggerogoti tubuh, jiwa, dan raga kita secara
perlahan-lahan menuju sebuah kematian semu. Dalam menghadapi hal
tersebut, marilah kita menyadari kebenaran yang utama bahwa: Tuhan telah
membawa kita dalam rangkulan tangan pengasihan-Nya sehingga kita dapat
melalui kepahitan-kepahitan hidup itu semua. Hidup ini indah, dan kita
telah, tengah, dan akan selalu diberkati oleh-Nya. Mungkin akan selalu
ada tragedi yang menanti kita di depan, dan tentu saja akan selalu ada
kesulitan-kesulitan yang harus kita hadapi kelak. Tetapi sekarang
baiklah kita menghadapi semuanya dengan Allah kita, kepada-Nyalah kita
percaya.
Dalam sebuah buku yang pernah saya baca ada tertulis demikian:
Dan,
Karena Dia tak punya kebutuhan, Anda tak dapat membuat-Nya lelah.
Karena Dia tak punya umur, Anda tak dapat kehilangan Dia.
Karena Dia tak punya dosa, Anda tak dapat merusak Dia.
Jika Allah dapat membuat satu miliar galaksi, tak dapatkah Dia
memperbaiki keburukan kita dan memahami kehidupan kita yang bimbang?
Tentu Dia bisa. Dia adalah Allah. Dia tak hanya menerbangkan pesawat,
tetapi juga punya tempat khusus bagi mereka yang sakit dan siap untuk
pulang ke rumah.
Melalui Natal, marilah kita memperteguh
pengharapan kita terhadap Dia. Bukanlah Allah sendiri bersabda, “Sebab
Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu:
“Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.” (Yesaya 41:13)”
DAMAI.
Kristus adalah Putera Damai. DIA datang
untuk mendamaikan kita dengan Allah oleh karena begitu besar dosa,
pelanggaran, dan kejahatan yang telah kita perbuat. Sebab di dalam
Kristus, Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya. Bukan demi Allah itu
sendiri, tapi demi hidup kekal bagi kita semua, ciptaan-Nya. Memang
sukar sekali rasanya kita menemukan perdamaian di tengah-tengah
kehidupan kita sehari-hari. Terutama ketika yang kita lihat adalah
perang atau konflik antar Suku, Agama, Ras, dan Negara. Ketidakadilan
sosial terjadi dimana-mana. Dan masih banyak hal-hal ‘tidak damai’
lainnya yang menjadi pemandangan ‘rutin’ kita.
Melalui Natal, marilah kita kembali
mencoba untuk menjadi wajah Tuhan, imago Dei, bagi lingkungan di sekitar
kita. Mari kita meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita lukai.
Orangtua, saudara, teman, atau orang asing sekalipun. Mari kita juga
memaafkan orang-orang yang pernah melukai kita. Mudah-mudahan dengan
saling memaafkan, pada momen Natal ini semua umat manusia memiliki damai
sejahtera di dalam hati mereka masing-masing. Semoga perang dan
kekerasan dan persiteruan antar bangsa, suku, ras, dan agama dapat
berakhir karena damai Natal. Semoga hati-hati yang telah tawar dan yang
kesepian dipenuhi oleh damai Natal yang sama pula. Semoga
keluarga-keluarga yang sedang retak, melalui damai Natal ini juga, dapat
dieratkan kembali. Dan akhirnya, semoga jiwa-jiwa yang lelah, tertutup,
bimbang, dan tersesat dipulihkan kembali oleh damai yang berasal dari
Dia yang kelahirannya kita peringati saat ini.
SUKACITA.
Hal lain yang sangat saya nantikan di
masa-masa Natal seperti saat ini adalah lagu-lagu Natal yang diputar di
berbagai tempat. Kebanyakan lagu-lagu tersebut berisikan ajakan agar
kita bersukacita karena Kristus telah lahir bagi kita. Namun pada
kenyataannya, pasti banyak diantara kita semua yang tidak/belum bisa
merasakan sukacita di momen Natal kali ini. Misalnya karena kita baru
saja kehilangan orang yang kita sangat kita cintai. Sulit rasanya bukan
untuk mencoba bersukacita ketika hati kita justru sedang terluka? Ketika
ayah saya meninggal dunia, Juli lalu, saya sendiri merasakan duka yang
begitu dalam. Saya merasa tiba-tiba kehilangan arah tujuan hidup. Jika
saya harus jujur, saya pernah berkali-kali ‘marah’ terhadap Tuhan.
‘Marah’ karena keputusan-Nya yang seakan-akan tidak mengandung kasih
sedikitpun itu bagi saya dan keluarga. Namun, Tuhan tidak pernah
beranjak dari sisi saya. Perlahan demi perlahan, melalui orang-orang
percaya di sekitar saya, Tuhan meneguhkan kembali iman, pengharapan, dan
sukacita saya di dalam Dia.
Bacalah
Mazmur 126, bila Anda masih belum dapat bersukacita saat ini. Di
dalamnya Anda akan menemukan sebuah pesan penting yang sering kali
terlupakan oleh kita. Sukacita bukanlah suatu kondisi dimana segala
sesuatu akan selalu mudah adanya. Akan selalu ada kesulitan dan masalah
mengiringinya. Bahkan kita harus bekerja keras terlebih dahulu sebelum
dapat merasakan sukacita tersebut. Akan ada banyak penderitaan dan
kemunduran-kemunduran pula yang akan terjadi kepada kita. Tapi
percayalah bahwa Tuhan akan terus bekerja di dalamnya dan segala-galanya
tidak akan pernah menjadi sia-sia.
Melalui Natal kali ini, marilah kita
selalu bersukacita di dalam Dia dan marilah kita juga selalu memiliki
keyakinan bahwa dalam kesulitan-kesulitan yang saya akan hadapi di masa
depan, Tuhan akan selalu tetap beserta kita.
KASIH.
Cinta kasih adalah pesan utama yang
ingin disampaikan Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. Bacalah
kembali Alkitab Anda, dan temukan kasih Allah terbentang dari awal
sampai akhir. Allah tidak akan pernah melepaskan kita. Dia telah
merantaikan diri-Nya kepada kita dalam ikatan kasih-Nya yang abadi. Kita
tidak perlu memenangkannya, karena kita telah memilikinya. Dan, karena
kita tidak dapat memenangkannya, kita pun tak dapat kehilangan kasih
tersebut.
Mungkin
dosa-dosa kita yang besar membuat kita malu untuk dirangkul oleh tangan
pengasihan-Nya. Sebagaimana Petrus berujar, sesudah Yesus mengisi
perahunya penuh dengan ikan-ikan tangkapan, “Tuhan, pergilah dari
hadapanku, karena aku ini seorang berdosa.”, kita juga pasti pernah
bersikap seperti ini. Kita tentu saja salah bila mengganggap diri kita
tidak layak untuk mendapatkan kasih anugerah-Nya. Bagi Tuhan sendiri,
tak ada status yang terlalu rendah. Tak ada jam yang terlalu terlambat.
Tak ada tempat yang terlalu jauh. Bagaimanapun, kapan pun, dimana pun,
kita adalah sasaran kasih-Nya. Pilihan ada ditangan kita: menerima atau
menolak. Saya sendiri berharap kita semua mau menerima uluran tangan
kasih-Nya tersebut.
Lebih jauh lagi, marilah kita memperingati Natal kali ini dengan
bersedia menjadi saluran kasih bagi orang-orang di sekitar kita. Banyak
korban-korban bencana alam di Wasior, Gunung Merapi, dan Mentawai yang
masih membutuhkan uluran kasih kita. Mari kita membantu mereka dengan
segala daya upaya yang kita miliki. Bukankah Rasul Paulus sendiri
berpesan: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu
memenuhi hukum Kristus”.
Selamat Hari Natal.
Damai sejahtera Allah kiranya menyertai kita semua.
He is Hope; He is Peace; He is Joy; He is Love born on Christmas Day.