Ayat bacaan: Matius 20:25-26a
=========================
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa
pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan
besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas
mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.."
Kalau
orang keras, kita harus lebih keras lagi. Kalau tidak itu artinya kita
menyerah kemudian kalah. Pandangan seperti ini dianggap benar bagi
banyak orang. Malah tidak jarang pula orang menutupi kelemahan dan rasa
tidak percaya dirinya dengan bersikap kasar. Saya menjumpai orang-orang
yang membentengi dirinya dengan sikap kasar ini karena sebenarnya mereka
tahu bahwa mereka sangatlah lemah di dalam. Pemerintahan dengan tangan
besi terjadi di banyak tempat, dan itupun mereka percaya sebagai solusi
terbaik dalam membenahi negara. Di satu sisi memang kita harus bertindak
tegas dalam menghadapi masalah, tetapi sayangnya ada banyak orang yang
sulit membedakan antara tegas dan keras. Mereka berpikir bahwa tegas itu
berarti keras dan kasar. Mereka berpikir bahwa orang akan hormat dan
takut apabila kekuasaan ditunjukkan secara ekstrim, seperti membentak
atau bahkan merendahkan orang lain.
Disisi lain banyak pula orang yang percaya bahwa untuk menang bertarung
hidup di dunia yang keras dan kejam kita harus lebih keras dan lebih
kejam lagi. Lupakan soal moral, abaikan kejujuran, kebaikan, keramahan,
selanjutnya tabraklah segalanya, halalkan semua cara dan raihlah harta,
pangkat, jabatan dan sejenisnya sebanyak-banyaknya dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Lalu bersikaplah arogan, ketus, rendahkan orang
lain agar diri sendiri terlihat tinggi. Halalkan segala cara, lakukan
apa saja yang penting apa yang kita inginkan tercapai. Saling sikut
menyikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, fitnah, korupsi dan
tindakan-tindakan amoral lainnya, semua itu bukan lagi sesuatu yang
salah untuk dilakukan. Malah yang dianggap bodoh justru orang-orang yang
tetap hidup lurus karena itu artinya mereka membuang kesempatan untuk
bisa memperoleh segalanya.
Sesungguhnya ini bukanlah gambaran dari umat Tuhan. Alkitab dengan tegas
justru berbicara sebaliknya. Jadi apabila hati dan pikiran kita sudah
sampai kepada konsep seperti perilaku orang-orang di atas, itu artinya
kita sudah sangat jauh dari Tuhan. Konsep kehidupan dan bertingkahlaku
yang diajarkan Yesus sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipercaya
dunia sebagai tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan. Lihatlah
pengajaran-pengajaran Kristus tentang cara hidup dalam Kerajaan Allah
yang terbalik seratus delapan puluh derajat dengan cara pikir dunia.
Anda ingin menjadi yang terbesar? Dunia berkata kuasai
sebanyak-banyaknya, tetapi Yesus mengajarkan kita sebaliknya. Justru
kita harus merendahkan diri kita sejauh mungkin. Untuk lebih jelasnya
mari kita lihat apa yang tertulis di dalam Alkitab. "
Tetapi Yesus
memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah
bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25) Pemerintah bangsa-bangsa dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan dengan
"the rulers of the Gentiles",
yang bisa kita artikan sebagai para pemimpin bangsa yang tidak mengenal
Allah. Mereka terus mengejar kepentingan dan kepuasan pribadi. Posisi
orang percaya seharusnya tidak boleh seperti itu. Perhatikan kata Yesus
selanjutnya:
"Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin
menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu." (ay 26-27). Apakah ini hanya pepesan kosong, alias
sesuatu yang hanya dikatakan semata? Tentu tidak, karena Yesus sudah
mencontohkan langsung mengenai sikap tersebut lewat sikap hidupNya
ketika ada di dunia ini. Dalam kesempatan lain Yesus juga menyampaikan:
"Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar."
(Lukas 9:48). Berarti orang yang merasa dirinya sudah besar dan merasa
berhak melakukan apapun sekehendak hatinya justru merupakan orang-orang
kasihan yang terkecil di muka bumi ini.
Lalu selanjunya bagaimana dengan cara kita yang seharusnya dalam
menghadapi musuh? Dunia mengajarkan kita untuk membinasakan musuh, kalau
perlu menghancurkan mereka berkeping-keping. Hancurkan sebelum kita
dihancurkan. Jangan sekedar hancur, tapi kalau bisa berkeping-keping.
Kalaupun orang lain harus terkena korban, itu salah mereka. Siapa suruh
dekat-dekat dengan musuh. Itu pikiran dunia yang sering kita lihat hari
ini. Minimal berikan fitnah, hancurkan secara moral sampai mereka tidak
berkutik lagi. Tetapi lagi-lagi Yesus mengajarkan sebaliknya.
"Kamu
telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku
berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga
kepadanya pipi kirimu." (ay 38-39). Bukan hanya mengalah dan tidak melawan, tetapi lebih lanjut Yesus mengatakan
"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44).
That's another step of love.
Musuh bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dikasihi, dibantu dan
didoakan. Ini sebuah pengajaran yang mendobrak tatanan atau konsep
pemikiran secara radikal pada saat itu. Dan hari ini pun masih tetap
sama kontroversialnya, terlebih ketika kita melihat orang-orang yang
bisa dengan dingin membunuh atau membantai secara masal dengan
mengatasnamakan golongan tertentu, sementara negara seolah tidak sanggup
berbuat apa-apa, menunjukkan sikap ketakutan dengan terus membiarkan
segalanya terjadi.
Yesus mengajarkan konsep kehidupan yang berbanding terbalik dengan apa
yang dipercaya dunia sebagai kunci kesuksesan atau kemenangan. Ketika
dunia menghalalkan segala cara, kita dituntut untuk melakukan segala
sesuatu dengan jujur, tulus dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, dan
kemudian menyerahkan semuanya sesuai dengan kehendak Tuhan sambil
disertai dengan rasa syukur. Ketika dunia mengajarkan kebencian, kita
diajarkan untuk mengasihi. Ketika dunia cenderung mencari pembenaran
atas segala kekejian, kita diminta untuk bersikap lembut hati dan mau
mengakui kesalahan kita. Dunia boleh membenci, tetapi kita mengasihi.
Dunia boleh kasar, tapi kita harus lembut.
Dunia boleh menumpuk harta, tapi kita harus memberi. Kesombongan tidak
ada dalam kamus kita, dan harus diganti dengan kerendahan hati.
Semakin tinggi kita naik, kita harus semakin rendah hati.
Bukankah bulir padi yang siap tuai pun merunduk? Alkitab sudah
menjelaskan bagaimana seharusnya sikap hidup kita. Memberi bantuan dan
mengasihi tanpa pandang bulu, termasuk kepada musuh kita. Dunia boleh
saja tidak berlaku seperti itu, tapi kita harus mencerminkan terang
Tuhan bagi sesama kita. Itu adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Mudah? Tentu tidak. Tapi Roh Kudus tentu akan memampukan kita memiliki
sikap hati yang lembut jika kita mengijinkannya. Siapkah anda menjadi
pribadi yang berbeda dengan dunia dan mencerminkan terang yang bersinar
dalam kegelapan?
Ketika dunia membenci, kita mengasihi
Renungan Harian Online