-=Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah Para Rasul 4:12=-

5 Top Up

Air Hidup Keuangan Keluarga PasangIklanoketrik Firman Hari ini Keselamatan

Selasa, 10 Mei 2011

DI BALIK DOA DANIEL


Baca:  Daniel 10:1-14

"Janganlah takut, Daniel, sebab telah didengarkan perkataanmu sejak hari pertama engkau berniat untuk mendapat pengertian dan untuk merendahkan dirimu di hadapan Allahmu, dan aku datang oleh karena perkataanmu itu."  Daniel 10:12

Ketika Koresh, raja orang Persia memerintah, Daniel mendapatkan pernyataan dari Tuhan bahwa akan terjadi kesusahan yang besar di kerajaan Persia.  Lalu, Daniel pun berdoa kepada Tuhan meminta peneguhan tentang penglihatan yang telah ia terima itu, dan Alkitab mencatat bahwa saat itu juga doa yang dipanjatkan Daniel didengar Tuhan.  Tapi peneguhan itu belumlah terjadi, Daniel harus menunggu selama 24 hari barulah Tuhan menyatakannya dengan jelas.  Tertulis:  "Hanya aku, Daniel, melihat penglihatan itu, tetapi orang-orang yang bersama-sama dengan aku, tidak melihatnya;  tetapi mereka ditimpa oleh ketakutan yang besar, sehingga mereka lari bersembunyi;"  (Daniel 10:7).

     Mungkin saat ini kita sedang bergumul dengan masalah yang berat dan sudah berdoa sekian lama tapi sepertinya doa kita tidak didengar dan dijawab oleh Tuhan.  Kita pun mulai ragu dan bimbang.  Sesungguhnya setiap doa yang kita panjatkan pasti didengar Tuhan.  Yang menjadi persoalannya adalah Tuhan tidak selalu menjawab  'ya'  dan adakalanya jawaban Tuhan  'ya'  tapi  'tunggu dulu', artinya kita harus sabar menunggu waktunya Tuhan.  Ketidaksabaran dan ketidakmengertian akan kehendak Tuhan ini membuat kita putus asa dan berpikir bahwa Tuhan tidak akan mengabulkan doa-doa kita, dan akhirnya kita tidak lagi berharap kepada Dia dan mulai mereka-reka jalan sendiri mencari pertolongan dunia.  FirmanNya mengatakan,  "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya."  (Matius 21:22).

     Jadi, kunci untuk beroleh jawaban doa adalah percaya dan tidak bimbang.  Kebimbangan membuat seseorang ragu akan kuasa Tuhan.  Dalam berdoa kita juga harus memiliki kerendahan hati, artinya kita mengakui kelemahan dan ketidak berdayaan kita di hadapan Tuhan, serta mempercayakan seluruh kendali hidup kita kepada Tuhan mealui pimpinan Roh Kudus dan firmanNya.  Selain itu Daniel hidup dalam kebenaran, karena itu doanya berkenan membuat Tuhan menyatakan kuasaNya.

Doa orang benar pasti dijawab Tuhan;  bisa sekarang tapi bisa juga nanti, karena itu jangan bimbang!

Air Hidup

Senin, 09 Mei 2011

MENDEKAT KEPADA TUHAN: Rasa Takut Hilang!


Baca:  Yakobus 4:1-10

"Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu."  Yakobus 4:8a

Tuhan itu hanya sejauh doa, artinya Dia sangat dekat dengan kita.  Tapi bila kita ingin mendekat kepada Tuhan agar Dia mendekat kepada kita, maka kita harus berusaha keras untuk mencari Dia.  Ketika Azarya bin Obed dihinggapi Roh Tuhan ia segera menemui Asa, raja Yehuda:  "Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencari-Nya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkan-Nya, kamu akan ditinggalkan-Nya"  (2 Tawarikh 15:2).  Jadi untuk mendekat kepada Tuhan kita harus mencari Dia dengan sungguh-sungguh.  Kedekatan seseorang dengan Tuhan akan menghasilkan sukacita yang luar biasa, sebab Dia akan memberikan apa yang kita inginkan.  Daud berkata,  "...bergembiralah karena Tuhan;  maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu."  (Mazmur 37:4).

     Daud memiliki hubungan yang sangat karib dengan Tuhan sehingga ia mengalami pengalaman-pengalaman yang luar biasa bersama Tuhan.  Daud merasakan bahwa di setiap kesesakannya pertolongan Tuhan sangat terbukti.  Karena itu Daud memberi nasihat,  "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-nya, dan Ia akan bertindak;  Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang."  (Mazmur 37:5-6).  Banyak sekali orang terlalu terpengaruh dengan masalah yang dialami dan juga persoalan-persoalan yang terjadi di sekitarnya, sehingga mereka kehilangan damai sejahtera dan sukacita.  Akibatnya mereka mulai lupa untuk hidup dekat dengan Tuhan, malah kian menjauh dari Tuhan, dan semakin terbelenggu oleh rasa takut dan kuatir.  Ingat!  Barang siapa yang lengah akan menjadi sasaran empuk si Iblis yang selalu  "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Iblis selalu masuk ke dalam hati seseorang dengan melepaskan panah ketakutan, kekuatiran dan ketidakpercayaan.

    Dunia saat ini dipenuhi dengan ketakutan dan kadang-kadang orang Kristen pun merasa takut.  Jujur kita akui, adalah mudah bagi kita terjatuh dalam perasaan takut karena seringkali pandangan mata kita selalu tertuju pada keadaan yang sedang terjadi.

Ketakutan akan lenyap bila kita segera mendekatkan diri kepada Tuhan!
Air Hidup

Mefiboset Modern


Ayat bacaan: 2 Samuel 9:8
=====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

mefiboset modernPernahkah terpikir oleh anda bahwa rasa rendah diri yang berlebihan bisa menggagalkan kita dalam menggapai mimpi dan rencana-rencana yang besar dalam hidup ini? Ketika orang mengira bahwa ada tidaknya gelar, tingginya ilmu, IQ, modal atau relasi yang berperan paling penting dalam keberhasilan, banyak yang lupa bahwa faktor rendah diri seringkali menjadi penyebab utama kegagalan kita. Kerap kita menilai diri kita terlalu rendah, merasa bahwa kita tidaklah punya apa-apa yang bisa dibanggakan dalam hidup ini. Dengan pola pikir seperti itu tidaklah heran apabila kemudian mereka yang rendah diri ini kemudian menutup dirinya rapat-rapat. Mereka menyendiri, menjauh dari kerumunan orang dan merasa tidak nyaman ketika berada dekat dengan orang lain. Kalau sudah begini, bagaimana bisa maju? Banyak sekali orang yang hanya memandang kekurangannya dan mengabaikan apa yang menjadi keistimewaan dirinya. Tidak jarang pula diantara orang yang seperti ini lalu menyalahkan situasi, keadaan atau kondisi, menyalahkan orang lain seperti orang tua, saudara, teman dan sebagainya, bahkan bisa pula menyalahkan Tuhan karena merasa orang lain diberkati lebih dari dirinya sendiri. Mereka tidak mampu melihat kesempatan-kesempatan yang sesungguhnya telah dibukakan Tuhan di depan mata mereka. Mereka tidak lagi peka terhadap suara Tuhan dalam hati mereka. Kegagalan pun akan semakin menenggelamkan mereka dan mereka jadikan bukti atas kekurangan mereka. Padahal apa yang menyebabkan kegagalan itu bukanlah kekurangan atau keterbatasan mereka, melainkan justru akibat rasa rendah diri yang berlebihan. Saya mengenal banyak orang yang bersinar di tengah keterbatasannya, seperti cacat misalnya. Mereka justru tampil luar biasa yang kerap lebih dari orang yang tubuhnya sempurna. Dari orang-orang seperti ini saya selalu melihat adanya tekad yang luar biasa dan mereka tidak tenggelam dalam keluhan akan kondisi mereka. Sebaliknya mereka tetap bersyukur dan dengan itu mampu memaksimalkan potensi mereka. Seorang penyanyi buta dari Amerika pernah berkata kepada saya: "I'm thankful for being blind, because then I can focus totally on my music." Tidakkah sikap seperti ini mengagumkan? Sayangnya hanya sedikit orang yang bisa memiliki pola pikir seperti ini. Kebanyakan orang memilih untuk mencontoh sikap dari Mefiboset.

Siapakah Mefiboset? Mefiboset adalah anak Yonatan, cucu dari Saul yang pernah menjabat raja Israel. Serangkaian peristiwa dan keadaan membalikkan kehidupannya dan mengubahnya menjadi pribadi yang rendah diri. Ayahnya dan kakeknya kalah dalam perang dan mati terbunuh dengan mengenaskan. Jika itu belum cukup, ia pun dikatakan cacat kakinya. "Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pengasuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset." (2 Samuel 4:4). Ia lalu diasingkan di sebuah tempat tandus bernama Lodebar. Rangkaian peristiwa ini membuatnya merasa diri begitu rendah. Seperti yang kita baca kemarin, pada suatu kali setelah menjadi raja, Daud mencari keturunan Saul untuk dipulihkan hak-hak hidupnya berdasarkan kasih dari Allah. Ia pun diberitahu bahwa ada anak Yonathan yang ternyata masih hidup. (2 Samuel 9:3). Mendengar itu, Daud pun segera menyuruh Mefiboset untuk datang menghadapnya. Ketika Mefiboset menghadap, "Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." (ay 7). Ini cerminan kasih Allah yang tak terbatas oleh status, situasi, masa lalu dan sebagainya. Seharusnya Mefiboset bersyukur mendapati kasih dari Daud seperti ini. Tapi itu bukanlah sikapnya. Ia merasa begitu rendah diri sehingga tidak pantas untuk memperoleh itu semua. "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" (ay 8). Ia merasa begitu rendah tak berharga hingga harga dirinya bukan saja seperti anjing, tapi lebih dari itu, ia merasa bagai anjing mati. Daud sudah berusaha memulihkan harga dirinya. Bahkan Mefiboset diundang untuk duduk semeja dan sehidangan dengan Daud, sang raja. Namun tetap saja ia tidak bisa keluar dari perasaan rendah dirinya.

Waktu terus berjalan. Dalam 2 Samuel 19:24-30 kita bisa melihat bahwa belakangan Mefiboset tidak kunjung mampu memulihkan citra dirinya meski ia sudah mendapat kasih Allah lewat diri Daud. "Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat." (ay 24). Perhatikan ia membiarkan dirinya dalam keadaan kumal, tidak terawat dan kotor. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk tampil baik, di hadapan raja sekalipun. Ketika Daud kemudian memutuskan untuk memberikan ladang yang tadinya milik Saul untuk dibagi dua antara Mefiboset dan Ziba, hamba Daud, kembali Mefiboset menunjukkan sikap rendah dirinya yang sangat parah itu. "Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: "Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat." (ay 30). Betapa sayangnya. Pada akhirnya Mefiboset tidak mendapatkan apa-apa. Dan semua itu karena ia tidak kunjung menyadari citra dirinya yang benar. Rasa rendah diri telah memerangkapnya sedemikian rupa sehingga ia membuang kesempatan berharga untuk dipulihkan dan dilayakkan untuk menjalani kehidupan barunya bersama raja yang penuh kasih.

Perhatikanlah, bukankah kita sering membuang-buang kesempatan terus menerus seperti Mefiboset? Ketika rasa rendah diri muncul berlebihan tidak pada tempatnya maka kita pun akan kehilangan peluang untuk bisa bangkit dan berhasil. Tidak tertutup pula kemungkinan ketika rasa rendah diri ini terus berlanjut, maka kesempatan kita untuk hidup di Kerajaan surga bersama Sang Raja pun sirna, seperti yang tersirat dalam kisah Mefiboset. Karena itu kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Tidak ada manusia yang sempurna, semua kita memiliki kekurangan sendiri. Tetapi jangan lupa bahwa di sisi lain kita pun memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri pula. Siapapun kita, tidak peduli apa kata orang lain tentang kita, bagi Tuhan kita tetaplah karya ciptaanNya yang terindah. We are still and will always be His masterpiece. Kita dikatakan dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dikatakan ditenun langsung oleh Tuhan dalam kandungan (Mazmur 139:13) dan dilukiskan pada telapak tangan Tuhan, berada di ruang mataNya (Yesaya 39:16). Artinya, apabila Tuhan menciptakan kita dengan sangat istimewa seperti itu, tentu ada rencanaNya yang indah bagi kita. Dan itupun sudah berulang kali pula Tuhan ingatkan. Jika demikian mengapa kita harus rendah diri dan menutup sendiri segala kesempatan yang kita miliki hingga sirna begitu saja? Hindarilah sikap Mefiboset sedini mungkin. Jangan sia-siakan lagi segala yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Terima diri kita apa adanya, bersyukurlah atas siapa diri kita hari ini dan cari tahu apa yang menjadi panggilan Tuhan bagi kita. Dari sana, tingkatkan, tumbuhkan dan kembangkan setiap potensi yang ada dan muliakan Tuhan dengan itu. Jangan sampai kita menjadi Mefiboset-Mefiboset modern di hari ini.

Rasa rendah diri menggagalkan berkat turun atas kita

Renungan Harian Online

Minggu, 08 Mei 2011

SIMON: Ketaatan di Tengah Kegagalan!


Baca:  Lukas 5:1-11

"Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak."  Lukas 5:6

Ketika seseorang berada dalam keadaan baik, normal dan tenang, tiada masalah dan pencobaan, mudah baginya untuk taat kepada Tuhan.  Berbeda dengan orang-orang yang berada dalam kesulitan, terpuruk, kecewa, putus asa dan kesal hati, sulit rasanya untuk menjadi taat.  Dalam keadaan yang demikian orang akan mudah tersinggung, dan sulit mengendalikan emosi dan menjadi marah.

     Perasaan inilah yang sedang berkecamuk di hati Simon dalam bacaan hari ini.  Ia dalam keadaan lelah yang luar biasa, kecewa dan putus asa karena sepanjang malam bekerja keras di tengah laut tapi tak seekor pun ikan diperoleh.  Tuhan Yesus tahu apa yang dialami Simon, lalu  "Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai...  'Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.'"  (Lukas 5:3a, 4).  Namun inilah reaksi Simon ketika diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala lagi:  "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."  (Lukas 5:5).  Sesungguhnya hati Simon sangat kesal sebab dia telah bekerja keras sepanjang malam tanpa hasil, tetapi tiba-tiba ia harus memenuhi keinginan Tuhan Yesus yang dirasa sangat tidak masuk akal.  Bukankah Simon adalah seorang nelayan yang ulung?  Pastilah dia sudah paham betul  'medan' nya dan kapan saat yang tepat untuk menjala ikan.  Belum lagi ia harus mendengarkan Tuhan Yesus mengajar firman Tuhan di atas perahunya.  Tak bisa dibayangkan betapa bergemuruhnya perasaan Simon waktu itu.  Biasanya orang yang sedang kesal hati dan putus asa sulit untuk menerima firman Tuhan.  Tapi Simon mencoba untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepadanya,  "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."

     Ketaatan Simon tidak pernah sia-sia;  secara manusia itu tidak mungkin, tapi bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil.  Tertulis:  "Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak...lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam"  (Lukas 5:6, 7b).

Karena taat, Simon mengalami mujizat dan diberkati Tuhan secara luar biasa!
Air Hidup

Memerdekakan Iman

Ayat bacaan: Markus 11:25
==================
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."

memerdekakan imanBeberapa hari terakhir ini kita sudah melihat bagaimana pentingnya untuk menjaga keteduhan hati agar tidak mendendam atau bersukacita ketika musuh kita tengah terjatuh. Yesus sendiri sudah mengingatkan kita untuk tidak membenci musuh melainkan mengampuni, mengasihi dan mendoakan mereka. "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Untuk hal ini pun Yesus sudah mencontohkannya sendiri. Lihatlah apa kata Yesus setelah mengalami siksaan yang tak terperi dan tengah tergantung di atas kayu salib dengan berlumur darah. "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34a). Itu contoh sempurna dari bagaimana cara melepaskan pengampunan apapun alasannya. Lebih lanjut lagi, Firman Tuhan juga sudah mengatakan bahwa tidaklah pada tempatnya apabila kita bersukacita melihat musuh kita jatuh. "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17). Hari ini mari kita lihat satu lagi kerugian yang akan kita derita jika kita mendendam terhadap orang lain.

Tidak banyak orang yang menyadari betapa eratnya hubungan antara iman dan pengampunan. Mari kita lihat perkataan Yesus dalam kotbahNya tentang iman dalam Markus 11:22-26. Pertama, Yesus mengajarkan betapa besarnya pengaruh iman bagi kehidupan kita. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Lalu Yesus mengajarkan kita agar kita memiliki iman yang percaya agar semua itu diberikan kepada kita. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 24). Apa isi ayat selanjutnya? Beginilah bunyinya: "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.)" (ay 25-26). Perhatikan bahwa Yesus menopang gabungan ayat-ayat ini dalam urutannya bukan kebetulan tapi untuk maksud tertentu. Saya percaya Tuhan ingin kita tahu bahwa membebaskan orang-orang yang bersalah kepada kita adalah landasan dari menerima hal-hal baik atau berkat dari Tuhan. Tuhan ingin memberikan kesan pada hati kita mengenai sebuah fakta penting menurut Kerajaan Allah, yaitu bahwa kita tidak akan pernah dapat memperoleh pengabulan doa dengan dendam di hati kita sekaligus.

Percaya, itu berbicara mengenai iman. Apa yang kita minta dan doakan harus disertai rasa percaya. Keraguan akan meluputkan kita semua dari berkat-berkat Tuhan. Tapi sebelum berdoa, kita harus terlebih dahulu memastikan bahwa tidak ada dendam apapun yang masih bercokol di hati kita. Dendam, kebencian atau ganjalan-ganjalan lainnya pun merupakan ganjalan dalam menerima segala sesuatu dari Tuhan, termasuk di dalamnya pengampunan. Bayangkan seandainya Tuhan punya pribadi pendendam, apa jadinya kita yang begitu sering menyakiti hatiNya? Tapi Tuhan tidaklah demikian. Lihatlah apa kata Tuhan berikut ini: "Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Seperti itulah sikap Tuhan. Lalu siapakah kita yang merasa berhak melakukan sebaliknya?

Sikap tidak mengampuni dan mendendam akan menghambat saluran iman dan membuat kita kewalahan menghadapi berbagai gunung terjal berbatu dalam kehidupan kita. Apabila ada diantara anda yang merasa sudah berdoa siang dan malam tapi rasanya belum memperoleh jawaban, ini saatnya untuk memeriksa kembali hati anda. Apabila ada orang-orang yang belum anda ampuni, ampunilah terlebih dahulu. Jika anda tidak sanggup melakukannya, mintalah Roh Kudus untuk membantu anda. Buanglah sumbatan pada saluran iman itu, maka setelahnya anda akan melihat bagaimana hebatnya Tuhan dalam menjawab doa-doa anda.

Buanglah setiap ganjalan dalam hati termasuk dendam agar hubungan kita dengan Tuhan tidak sampai terputus


Renungan Harian Online

Sabtu, 07 Mei 2011

Dendam Tujuh Turunan


Ayat bacaan: 2 Samuel 9:3
=========================
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." Lalu berkatalah Ziba kepada raja: "Masih ada seorang anak laki-laki Yonatan, yang cacat kakinya."

dendamDendam tujuh turunan, itu dianggap wajar bagi banyak orang yang pernah merasa disakiti atau dirugikan. Dendam itu dipupuk dari satu generasi ke generasi selanjutnya bagaikan tongkat estafet yang berpindah dalam lintasan lomba. Sebisa mungkin dendam itu harus terbalas, kalau tidak mereka akan menjadi arwah penasaran. Apabila musuh terjatuh tanpa kita berbuat apa-apa, itu artinya balasan dari Tuhan yang harus dirayakan dengan sorak sorai atau pesta pora. Mengapa tidak? Bukankah mereka sendiri yang salah telah menyakiti kita? Atau banyak pula orang terus mengutuki orang lain, bahkan tidak jarang pula merasa biasa saja untuk mendoakan yang jelek-jelek. Meminta Tuhan mematikan orang itu dan keluarganya, menjadikan Tuhan seolah pembunuh bayaran untuk membalaskan sakit hati mereka. Dunia menganggap hal ini wajar dan manusiawi, dan ironisnya tidak tertutup kemungkinan sikap memupuk dendam ini diadopsi oleh banyak anak-anak Tuhan sendiri.

Sikap Daud terhadap cucu Saul atau putra Yonatan yang bernama Mefiboset menunjukkan sikap yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya. Pada saat itu Saul baru saja tewas di medan perang. Daud lalu menjadi raja yang bertahta atas bangsa Israel. Saul yang begitu membencinya dan sudah membuat hidupnya sulit dalam waktu yang cukup panjang telah tewas. Bukankah ini sebuah kemenangan besar yang seharusnya dirayakan? Kata-kata kepuasan dan kemenangan pun terasa layak untuk diucapkan. Dan bagi orang-orang yang terbiasa hidup dalam kebencian, itulah saatnya untuk membalas dendam habis-habisan atas keluarga yang ditinggalkan. Tetapi perhatikan bagaimana sikap Daud. Daud memilih untuk melakukan sebaliknya, dan ini bisa jadi mengherankan.

Pada suatu kali setelah Daud menjabat sebagai raja, ia teringat akan nasib keluarga Saul. Lantas ia memanggil hambanya. "Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:2a). Perhatikan baik kata-kata Daud ini. Ia memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup. Bukan untuk dihabisi hingga tuntas, tetapi justru untuk dikasihi, sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya yang berasal dari Allah. Jika kita mau sedikit mundur ke belakang, kita pun akan menemukan ada saat dimana Daud punya kesempatan untuk membunuh Saul dari belakang. Dalam 1 Samuel 24:1-23 kita membaca kisah itu. Daud pada saat itu tengah dikejar-kejar oleh Saul dan 3000 prajurit untuk dibunuh. Ia sampai harus lari bersembunyi ke padang gurun. Ternyata ketika ia masuk ke dalam sebuah gua, Saul tengah berada disana dengan posisi membelakanginya. Pada saat itu sebuah kesempatan emas terbuka bagi Daud. Para anak buahnya pun berpikiran demikian. Tapi Daud punya sikap hati yang berbeda. Meski ia bisa melakukannya, ia memutuskan untuk tidak memanfaatkan kesempatan. Daud lebih memilih untuk dikuasai kasih dari Allah ketimbang memanfaatkan situasi. Tidak ada dendam dalam hatinya. Dan itu bisa kita lihat dari perkataan Daud. "Lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 24:7).Tidak hanya itu, Daud pun melarang anak buahnya untuk menyerang Saul. (ay 8).

Sebuah sikap hati seperti ini sungguh langka kita temui hari ini. Terhadap Mefiboset yang merasa rendah diri akibat cacat yang ia derita ditambah nasibnya yang berubah drastis akibat kematian kakek dan ayahnya, Daud memilih untuk menyatakan kasih dari Allah dengan kelembutan dan kerendahan hati. Ia setia terhadap sahabatnya, Yonathan anak Saul, tetap mengingatnya meski ayah Yonathan, Saul begitu jahat terhadapnya. Dan ia pun menghargai Saul sebagai pribadi yang pernah diurapi Allah, meski hidupnya sempat lama susah akibat kejahatan Saul. Selanjutnya Daud mengamalkan sikap hati yang dipenuhi kasih secara langsung lewat perbuatan nyata, bukan hanya di bibir saja. Dalam menghadapi musuh, Tuhan menyatakan bahwa kita tidak boleh membenci mereka. Tidak hanya sekedar tidak membenci, tetapi kita pun harus sanggup mengasihi dan mendoakan mereka. Yesus berkata "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Firman Tuhan pun sudah mengingatkan kita agar tidak bersukacita ketika musuh terjatuh.  "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).

Lewat Daud kita bisa belajar untuk tidak mendendam dan tetap menyatakan kasih tanpa tergantung oleh situasi, kondisi atau pengalaman masa lalu. Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang masih hidup yang pasti menderita dengan dengan kehancuran total seperti itu. Mefiboset yang cacat dan terbuang pun ia panggil untuk tinggal bersamanya bahkan diberi hak untuk makan satu meja dengannya. Mengapa ia melakukan hal itu? Sekali lagi, karena Daud "hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ay 2a). Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih tanpa pamrih seperti halnya Tuhan mengasihi kita ini sudah selayaknya diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya Allah sendiri sudah mendemonstrasikannya kepada kita. Ditambah lagi kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihat buktinya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Sekarang pertanyaannya, apakah kita memilih untuk memakai kasih Allah itu dalam kehidupan kita secara nyata tanpa pandang bulu atau kita menolaknya dengan terus memelihara dendam dan merasa senang ketika musuh kita terjatuh? Daud memilih untuk menghidupi kasih Allah secara nyata dalam kehidupannya. Ia ternyata memiliki pengenalan yang baik akan Allah, dan itu harus menjadi teladan buat kita. Apakah kita masih lebih senang memupuk kebencian dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan pembalasan atau mau mulai belajar untuk mengampuni dan mengasihi?

Nyatakanlah kasih yang dari Allah kepada siapapun bahkan terhadap musuh

Renungan Harian Online

KEGAGALAN: Langkah Awal Menuju Keberhasilan!


Baca:  Ayub 42:1-6

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."  Ayub 42:2

Ada kalimat bijak yang mengatakan,  "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda."  Siapa pun dari kita pasti tidak mau mengalami kegagalan dalam hidupnya:  entah itu gagal dalam studi, karir dan juga rumah tangga.  Kegagalan ibarat hantu yang sangat menakutkan semua orang, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk menghindari dan menjauhinya.

     Apa itu kegagalan?  Kegagalan adalah suatu proses ketidakberhasilan mencapai apa yang diusahakan atau direncanakan.  Jika saat ini kita mengalami kegagalan, jangan putus asa dan larut dalam kekecewaan terus-menerus.  Sejarah dunia mencatat bahwa orang-orang yang sukses bukanlah orang-orang yang tidak pernah gagal dalam hidupnya;  justru mereka juga pernah atau mungkin berkali-kali mengalami kegagalan, tapi mereka tidak menyerah pada keadaan dan kemudian bangkit.  Oleh karena itu andalkan Tuhan dan libatkan Dia dalam segala hal.  Serahkan setiap rencana hidup kita kepada Tuhan sepenuhnya.  Ada tertulis:  "Hari ini atau besok kamu berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung;, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok.  Apakah arti hidupmu?  Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.  Sebenarnya kamu harus berkata:  'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.;"  (Yakobus 4:13-14).  Rencana manusia bisa gagal, tetapi rencana Tuhan tidak pernah gagal.  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan."  (Yesaya 55:8).

     Berjalan bersama Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya adalah kunci untuk terbebas dari kegagalan.  Ambil sisi positif dari setiap kegagalan yang terjadi.  Percayalah bahwa melalui kegagalan ini Tuhan sedang memberikan kita pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga, sebab setelah mengalami kegagalan kita akan menjadi lebih bijaksana, berhati-hati dan semakin siap untuk menjalani hidup ini.  Salomo berkata,  "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri...Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak,"  (Amsal 3:5, 7a).

Mengandalkan Tuhan dalam segala hal adalah kunci terhindar dari kegagalan!
Air Hidup

Jumat, 06 Mei 2011

Pilih Dicintai atau Dibenci?


Ayat bacaan: Amsal 22:1
=======================
"Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas."

dicintai atau dibenciSelalu menarik bagi saya untuk membaca sejarah tokoh-tokoh dunia. Ada yang dikenal karena kebaikan atau jasa-jasa mereka yang berdampak besar bagi generasi pada masa mereka hingga generasi berikutnya. Sebaliknya ada pula yang terkenal justru karena kejahatan atau kekejaman mereka. Seringkali para tokoh yang terkenal karena kejahatannya ini tidak saja memberi nama buruk bagi diri mereka sendiri, tapi nama keluarga mereka pun tercemar karenanya, bahkan tidak menutup kemungkinan negara di mana mereka tinggal pun bisa terkena getahnya. Ada beberapa negara yang pernah mempunyai tokoh kejam masih berjuang menghapus image buruk itu bahkan hingga hari ini. Sebuah nama yang baik akan mengharumkan sang tokoh, nama keluarga yang ia sandang maupun negaranya asalnya, sebaliknya nama buruk akan mencemarkan dirinya sendiri, keluarganya dan bangsa dimana ia tinggal.

Sebuah catatan kontras bisa kita saksikan dari kematian dua tokoh sejarah Israel di dalam Alkitab, yaitu antara Yonatan dan Yoram. Yonatan adalah putra raja Saul, sedang Yoram adalah putra raja Yosafat. Kedua tokoh ini sama-sama putra raja, tapi perilaku dan cara hidup mereka jauh berbeda. Yonatan dikenal sebagai tokoh yang jujur, menghormati persahabatan, berjiwa kesatria, tulus, tahu membedakan mana yang benar dan salah dan prajurit yang dengan gagah berani membela bangsa dan tanah airnya. Yonatan merupakan sosok sahabat yang sangat dikasihi dan dihormati, berbudi luhur dan punya integritas. Daud begitu kehilangan ketika Yonatan mati, sehingga ia sampai menuliskan nyanyian ratapan tidak saja buat Yonatan, tetapi juga buat Saul, ayahnya. Kita tahu bagaimana sikap buruk Saul termasuk rasa iri hati dan kebenciannya terhadap Daud, tetapi Daud masih memberi penghormatan besar bagi Saul di saat ia meninggal di medan perang bersama Yonatan. Ini bisa kita lihat dalam kitab 2 Samuel 1:17-27 dimana Daud menunjukkan dukacitanya dan menyebut mereka sebagai pahlawan. "Kepermaianmu, hai Israel, mati terbunuh di bukit-bukitmu! Betapa gugur para pahlawan!" (ay 19). Tidak hanya itu saja, Daud pun mengenang Yonatan dan Saul sebagai orang-orang yang dicintai dan ramah. "Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa." (ay 23). Dalam bahasa Inggrisnya disebutkan beloved and lovely.

Sebaliknya Yoram meninggalkan catatan kelam dan itu bisa kita baca dalam 2 Tawarikh 21:2-20. Ia mempergunakan kekuasaan bukan untuk hal-hal yang baik bagi rakyatnya, tetapi malah menyalahgunakan itu semua karena merasa dirinya sudah kuat dan berada di atas angin sehinga bisa bertindak seenaknya. "Sesudah Yoram memegang pemerintahan atas kerajaan ayahnya dan merasa dirinya kuat, ia membunuh dengan pedang semua saudaranya dan juga beberapa pembesar Israel." (ay 4). Ia tidak mencerminkan ayahnya Yosafat, tapi justru hidup menurut keluarga Ahab, mertuanya. Dan Alkitab menyatakan bahwa ia dianggap jahat di mata Tuhan. "Ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel seperti yang dilakukan keluarga Ahab, sebab yang menjadi isterinya adalah anak Ahab. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN." (ay 6). Dan lihatlah buah dari perbuatannya. Tuhan pun lalu menyampaikan teguran dan hukuman kepadanya lewat nabi Elia. "Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Karena engkau tidak hidup mengikuti jejak Yosafat, ayahmu, dan Asa, raja Yehuda,melainkan hidup menurut kelakuan raja-raja Israel dan membujuk Yehuda dan penduduk-penduduk Yerusalem untuk berzinah, sama seperti yang dilakukan keluarga Ahab, dan juga karena engkau telah membunuh saudara-saudaramu, seluruh keluarga ayahmu yang lebih baik dari padamu, maka TUHAN akan mendatangkan tulah besar atas rakyatmu, anak-anakmu, isteri-isterimu, dan atas semua harta milikmu. Dan engkau sendiri akan menderita penyakit yang dahsyat, suatu penyakit usus, hingga selang beberapa waktu ususmu keluar oleh karena penyakit itu." (ay 12-15). Dan tepatnya itulah yang terjadi. Datanglah serangan orang Filistin dan Arab melawan Yoram dan rakyatnya. (ay 16). Semua harta milik mereka dijarah, anak-anak dan istri Yoram semua diambil sebagai tawanan kecuali putranya yang bungsu (ay 17). Lalu datanglah penyakit ususnya itu dan ia pun mati dengan sangat menderita. (ay 19). Pada ayat ini juga dan ayat berikutnya kita bisa melihat bagaimana kematiannya itu disikapi rakyatnya. "Rakyatnya tidak menyalakan api baginya seperti yang diperbuat mereka bagi nenek moyangnya. Ia berumur tiga puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan delapan tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia meninggal dengan tidak dicintai orang. Ia dikuburkan di kota Daud, tetapi tidak di dalam pekuburan raja-raja." (ay 19-20). Ketika Yonatan meninggal dengan dikenang sebagai orang yang baik dan dicintai, Yoram dengan jelas dikatakan meninggal dengan tidak dicintai siapapun. Yoram tidak menunjukkan kasih. Apa yang ia tunjukkan hanyalah kekejaman, kebencian dan kebengisan. Ia tidak hormat kepada Tuhan dan tidak memberi yang baik kepada rakyatnya malah membuat mereka menderita. Akibatnya ia pun mati tanpa cinta, tanpa ada yang bersedih apalagi menangisi. Itulah catatan kontras yang dicatat Alkitab mengenai kematian dua tokoh ini.

Melihat contoh dari kedua tokoh ini, wajarlah jika Salomo yang penuh hikmat kemudian mengatakan dalam salah satu Amsalnya: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1). Ketika banyak orang lebih tertarik pada perak dan emas, sesungguhnya mereka lupa bahwa nama baik jauh lebih berharga dari semuanya itu. Tumpukan harta tidak akan bisa dibawa mati. Seperti yang saya sebut kemarin, apa yang tinggal kelak hanyalah kenangan, dan seperti apa kita nanti dikenang orang, apakah seperti Yonatan atau Yoram, semua itu akan tergantung dari bagaimana cara kita menjalani hidup. Tuhan Yesus sudah mengingatkan sejak jauh hari: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36). Kekayaan harta dan jabatan tidak akan pernah mampu memberikan kebahagiaan sepenuhnya. Dalam waktu singkat mungkin bisa, tetapi biar bagaimanapun itu tidaklah sebanding dengan nyawa yang kita buang selamanya demi kenikmataan sesaat. Kaya raya tapi dibenci orang lain itu sesungguhnya amatlah menyedihkan. Saya sudah bertemu dengan beberapa orang seperti ini dan lewat mereka saya mendengar sendiri kesedihan hidup dalam kesepian akibat dibenci banyak orang tidak akan bisa terobati dengan harta sebesar atau sebanyak apapun. Tidak salah untuk bisa menjadi kaya, tetapi kita harus benar-benar memperhatikan cara-cara yang kita buat untuk memperolehnya dan kemana atau untuk apa kita mempergunakannya. Oleh karena itu teladanilah Yonatan dan hindarilah sikap hidup Yoram. Bekerja dan berusahalah dengan jujur, jadilah seorang sahabat yang bisa diandalkan, lakukan semuanya dengan sebaik-baiknya seperti kita melakukannya untuk Tuhan. Muliakan Tuhan dengan setiap perbuatan dan perilaku kita, teruslah berbuat baik dan tolonglah orang-orang yang kesusahan semampu kita. Tuhan sanggup melimpahkan semuanya tanpa kita harus menggadaikan kehormatan, nama baik keluarga dan bangsa yang juga akan berpengaruh pada keselamatan kekal.

Dikenang sebagai orang baik atau dibenci tergantung dari bagaimana sikap hidup kita. Mana yang kita pilih?

Renungan Harian Online

TUHAN YANG MEMBERI KEMENANGAN


Baca:  Ulangan 20:1-20

"Dengarlah, hai orang Israel! Kamu sekarang menghadapi pertempuran melawan musuhmu; janganlah lemah hatimu, janganlah takut, janganlah gentar dan janganlah gemetar karena mereka,"  Ulangan 20:3

Perjaanan hidup orang percaya yang walaupun berada dalam penyertaan dan pimpinan Tuhan bukanah mulus tanpa hambatan;  justru sebaliknya kita akan menghadapi tantangan dan peperangan yang tidak mudah, bahkan jauh lebih besar.  Tertulis:  "Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan engkau melihat kuda dan kereta, yakni tentara yang lebih banyak dari padamu,..."  (Ulangan 20:1).

     Mengapa Tuhan ijinkan hal itu terjadi di dalam kehidupan kita?  Karena di balik itu semua Tuhan punya rencana di mana Dia akan memberikan kemenangan yang besar bagi kita.  Jadi sesungguhnya rancangan Tuhan atas kita bukan sekedar menyediakan berkat-berkatNya, tetapi Ia juga menghendaki agar kita dapat melihat dan mengalami kemenangan atas permasalahan sebesar apa pun.  Perlu dipahami bahwa kemenangan yang gilang-gemilang adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan orang percaya:  "Tuhan Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan.  Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai,"  (Zefanya 3:17).

     Mengapa masih banyak anak Tuhan yang belum mengalami kemenangan yang sesungguhnya?  Ada hal-hal yang seringkali menjadi penghambat kemenangan kita, salah satunya adalah ketidaksabaran kita menantikan Tuhan.  Ketidaksabaran membuat seseorang menyerah di tengah jalan, tidak lagi bertekun dan menjadi tawar hati.  Yakobus menasihati,  "...petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.  Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu,"  (Yakobus 5:7b-8).  Waktu kita bukanlah waktu Tuhan;  Dia tahu yang terbaik dan pertolonganNya tidak pernah terlambat.  Hal lain adalah karena kita tidak mau membayar harga!  Di setiap peperangan selalu ada pengorbanan dan juga air mata.  Sudahkah kita berkorban waktu, tenaga dan memberi yang terbaik untuk Tuhan?

Seberat apa pun masalah yang kita hadapi, janganlah takut,  "sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu"  Ulangan 20:4
Air Hidup

Cara Pandang Hidup


Ayat bacaan: Matius 20:25-26a
=========================
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.."

Kalau orang keras, kita harus lebih keras lagi. Kalau tidak itu artinya kita menyerah kemudian kalah. Pandangan seperti ini dianggap benar bagi banyak orang. Malah tidak jarang pula orang menutupi kelemahan dan rasa tidak percaya dirinya dengan bersikap kasar. Saya menjumpai orang-orang yang membentengi dirinya dengan sikap kasar ini karena sebenarnya mereka tahu bahwa mereka sangatlah lemah di dalam. Pemerintahan dengan tangan besi terjadi di banyak tempat, dan itupun mereka percaya sebagai solusi terbaik dalam membenahi negara. Di satu sisi memang kita harus bertindak tegas dalam menghadapi masalah, tetapi sayangnya ada banyak orang yang sulit membedakan antara tegas dan keras. Mereka berpikir bahwa tegas itu berarti keras dan kasar. Mereka berpikir bahwa orang akan hormat dan takut apabila kekuasaan ditunjukkan secara ekstrim, seperti membentak atau bahkan merendahkan orang lain.

Disisi lain banyak pula orang yang percaya bahwa untuk menang bertarung hidup di dunia yang keras dan kejam kita harus lebih keras dan lebih kejam lagi. Lupakan soal moral, abaikan kejujuran, kebaikan, keramahan, selanjutnya tabraklah segalanya, halalkan semua cara dan raihlah harta, pangkat, jabatan dan sejenisnya sebanyak-banyaknya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Lalu bersikaplah arogan, ketus, rendahkan orang lain agar diri sendiri terlihat tinggi. Halalkan segala cara, lakukan apa saja yang penting apa yang kita inginkan tercapai. Saling sikut menyikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, fitnah, korupsi dan tindakan-tindakan amoral lainnya, semua itu bukan lagi sesuatu yang salah untuk dilakukan. Malah yang dianggap bodoh justru orang-orang yang tetap hidup lurus karena itu artinya mereka membuang kesempatan untuk bisa memperoleh segalanya.

Sesungguhnya ini bukanlah gambaran dari umat Tuhan. Alkitab dengan tegas justru berbicara sebaliknya. Jadi apabila hati dan pikiran kita sudah sampai kepada konsep seperti perilaku orang-orang di atas, itu artinya kita sudah sangat jauh dari Tuhan. Konsep kehidupan dan bertingkahlaku yang diajarkan Yesus sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia sebagai tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan. Lihatlah pengajaran-pengajaran Kristus tentang cara hidup dalam Kerajaan Allah yang terbalik seratus delapan puluh derajat dengan cara pikir dunia. Anda ingin menjadi yang terbesar? Dunia berkata kuasai sebanyak-banyaknya, tetapi Yesus mengajarkan kita sebaliknya. Justru kita harus merendahkan diri kita sejauh mungkin. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat apa yang tertulis di dalam Alkitab. "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25) Pemerintah bangsa-bangsa dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan dengan "the rulers of the Gentiles", yang bisa kita artikan sebagai para pemimpin bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka terus mengejar kepentingan dan kepuasan pribadi. Posisi orang percaya seharusnya tidak boleh seperti itu. Perhatikan kata Yesus selanjutnya: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Apakah ini hanya pepesan kosong, alias sesuatu yang hanya dikatakan semata? Tentu tidak, karena Yesus sudah mencontohkan langsung mengenai sikap tersebut lewat sikap hidupNya ketika ada di dunia ini. Dalam kesempatan lain Yesus juga menyampaikan: "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48). Berarti orang yang merasa dirinya sudah besar dan merasa berhak melakukan apapun sekehendak hatinya justru merupakan orang-orang kasihan yang terkecil di muka bumi ini.

Lalu selanjunya bagaimana dengan cara kita yang seharusnya dalam menghadapi musuh? Dunia mengajarkan kita untuk membinasakan musuh, kalau perlu menghancurkan mereka berkeping-keping. Hancurkan sebelum kita dihancurkan. Jangan sekedar hancur, tapi kalau bisa berkeping-keping. Kalaupun orang lain harus terkena korban, itu salah mereka. Siapa suruh dekat-dekat dengan musuh. Itu pikiran dunia yang sering kita lihat hari ini. Minimal berikan fitnah, hancurkan secara moral sampai mereka tidak berkutik lagi. Tetapi lagi-lagi Yesus mengajarkan sebaliknya. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (ay 38-39). Bukan hanya mengalah dan tidak melawan, tetapi lebih lanjut Yesus mengatakan "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). That's another step of love. Musuh bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dikasihi, dibantu dan didoakan. Ini sebuah pengajaran yang mendobrak tatanan atau konsep pemikiran secara radikal pada saat itu. Dan hari ini pun masih tetap sama kontroversialnya, terlebih ketika kita melihat orang-orang yang bisa dengan dingin membunuh atau membantai secara masal dengan mengatasnamakan golongan tertentu, sementara negara seolah tidak sanggup berbuat apa-apa, menunjukkan sikap ketakutan dengan terus membiarkan segalanya terjadi.

Yesus mengajarkan konsep kehidupan yang berbanding terbalik dengan apa yang dipercaya dunia sebagai kunci kesuksesan atau kemenangan. Ketika dunia menghalalkan segala cara, kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan jujur, tulus dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, dan kemudian menyerahkan semuanya sesuai dengan kehendak Tuhan sambil disertai dengan rasa syukur. Ketika dunia mengajarkan kebencian, kita diajarkan untuk mengasihi. Ketika dunia cenderung mencari pembenaran atas segala kekejian, kita diminta untuk bersikap lembut hati dan mau mengakui kesalahan kita. Dunia boleh membenci, tetapi kita mengasihi. Dunia boleh kasar, tapi kita harus lembut. Dunia boleh menumpuk harta, tapi kita harus memberi. Kesombongan tidak ada dalam kamus kita, dan harus diganti dengan kerendahan hati. Semakin tinggi kita naik, kita harus semakin rendah hati. Bukankah bulir padi yang siap tuai pun merunduk? Alkitab sudah menjelaskan bagaimana seharusnya sikap hidup kita. Memberi bantuan dan mengasihi tanpa pandang bulu, termasuk kepada musuh kita. Dunia boleh saja tidak berlaku seperti itu, tapi kita harus mencerminkan terang Tuhan bagi sesama kita. Itu adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Mudah? Tentu tidak. Tapi Roh Kudus tentu akan memampukan kita memiliki sikap hati yang lembut jika kita mengijinkannya. Siapkah anda menjadi pribadi yang berbeda dengan dunia dan mencerminkan terang yang bersinar dalam kegelapan?

Ketika dunia membenci, kita mengasihi

Renungan Harian Online